RSS

Selasa, 25 Maret 2014

Krisis Politik Di Ukraina

Krisis Politik di Ukraina

Inilah Kronologi Krisis Politik di Ukraina

Bentrokan yang kembali pecah di Kiev, Ukraina pada Kamis (20/2), membuyarkan kesepakatan gencatan senjata yang baru sehari dicetuskan Presiden Viktor Yanukovych. Setidaknya 25 orang tewas dalam bentrokan terbaru itu dan membuat negara pecahan Uni Soviet itu makin terperosok dalam konflik berdarah.
Tetapi bagaimanakah awal krisis politik itu terjadi? Berikut adalah urutan waktu pecahnya krisis politik di Ukraina, yang sudah menewaskan sekitar 60 orang itu:

  • November 2013


·      21 November - Pemerintah Ukraina menunda pembicaraan tentang Perjanjian Asosiasi dengan Uni Eropa, demi membangun hubungan ekonomi yang lebih erat dengan Rusia. Langkah itu memantik kemarahan kelompok oposisi yang pro-Eropa, yang kemudian berencana melakukan demonstrasi.

  • Desember 2013


·      1 Desember - Massa berjumlah hingga 500.000 berkumpul di Lapangan Merdeka, Kiev. Mereka membangun perkemahan dan barikade, memulai demonstrasi antipemerintah.

·      11 Desember - Pasukan keamanan berusaha mengusir demonstran, tetapi gagal.

· 17 Desember - Presiden Yanukovych berangkat ke Moskwa, Rusia, untuk menandatangi kesepakatan dana talangan sebesar 15 miliar dolar Amerika Serikat (sekitar Rp 177.18 trilun) dan mendapat potongan harga untuk membeli gas Rusia.

  • Januari 2014


·      19 Januari - Puluhan orang luka dalam bentrokan berdarah antara polisi dan demonstran di Kiev, setelah sekitar 200.000 demonstran melawan larangan untuk berdemonstrasi.

·      22 Januari - Demonstrasi terus berlangsung. Polisi menyerang barikade demonstran di pusat Kota Kiev. Para demonstran menyerang dengan lemparan batu dan bom molotov sementara polisi membalas dengan gas air mata dan peluru karet.

·  28 Januari - Perdana Menteri Mykola Azarov mengundurkan diri. Parlemen membatalkan undang-undang antidemonstrasi.


  • Februari 2014


·      2 Februari - Para pemimpin oposisi meminta mediasi internasional dan bantuan finansial dari Barat di hadapan lebih dari 60.000 demonstran di Kiev.

·      5-6 Februari - Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Catherine Ashton dan utusan khusus AS untuk Eropa, Victoria Nuland, mengunjungi Kiev.

·   7 Februari - Presiden Yanukovych bertemu dengan sekutunya Presiden Rusia, Vladimir Putin, di sela-sela acara pembukaan Olimpiade Musim Dingin di Sochi, Rusia.

·      9 Februari - Sekitar 70.000 demonstran berkumpul di Lapangan Merdeka.

·  14 Februari - Sebanyak 234 demonstran yang ditahan sejak Desember 2013 dibebaskan, tetapi dakwaan atas mereka tidak dicabut.

·      16 Februari - Para demonstran meninggalkan balai kota Kiev yang mereka duduki sejak 1 Desember. Puluhan ribu orang berkumpul di Lapangan Merdeka.

·      18-19 Februari - 28 orang, termasuk 10 polisi, tewas dalam bentrokan berdarah di Lapangan Merdeka. Demonstran kembali menduduki balai kota Kiev. Polisi antihuru-hara melancarkan serangan terhadap demonstran sepanjang malam.

·      19 Februari - Presiden Yanukovych mencopot kepala staf angkatan bersenjata Ukraina dan mengumumkan digelarnya "operasi anti-teroris" di negaranya sendiri. Negara-negara Barat mengecam aksi kekerasan di Ukraina dan mengancam akan menjatuhkan sanksi.

·   20 Februari - Demonstran menyerang polisi di Kiev, mengabaikan kesepakatan gencatan senjata yang dicetukan Yanukovych. Sekitar 25 orang tewas dalam peristiwa itu, demikian dikatakan konresponden AFP di berada di sekitar lokasi bentrokan. Kementerian Dalam Negeri Ukraina mengatakan dua orang polisi tewas ditembak dalam insiden itu.

Cepat atau lambat, besar atau kecil, imbasnya bakal dirasakan oleh dunia termasuk Indonesia sebagai bagian dari komunitas dunia. Apalagi dalam beberapa hal, yang dihadapi Ukraina mirip dengan situasi yang dihadapi Indonesia.
Seperti kerancuan dalam sistem politik dan merajalelanya korupsi. UU yang ada tidak memungkinkan seorang Presiden atau Perdana Menteri mampu memerintah secara kuat, berwibawa sebagaimana seharusnya.
         Hal ini terjadi antara lain, karena masa transisi dari sistem otoriter ke demokrasi liberal belum lagi selesai. Adaptasi pada sistem politik yang baru belum lancar, korupsi sudah merajalela.
Korupsi di kalangan elit, antara lain 'dipelopori' oleh para elit pemimpin. Seperti Presiden dan Perdana Menteri. Periode sebelumnya Perdana Menteri Yulia Tymoshenko terlibat skandal korupsi raksasa. Pada 2011 wanita pertama Ukraina yang menjadi Perdana Menteri itu dijatuhi hukuman penjara 7 tahun dan diharuskan membayar ke negara uang sejumlah US$188 juta. Kini Presiden (terguling) Viktor Yanukovych sedang dikejar-kejar sekalipun belum tahu berapa besar dana negara yang dikorupsinya.
Kemerdekaan Ukraina di 1991, hampir sama dengan karakter lahirnya reformasi di Indonesia. Dari sistem totaliter komunis ala Uni Sovyet menjadi negara demokratis ala Barat. Reformasi di Indonesia juga kurang lebih sama. Lahir dari rezim totaliter militeristik menjadi negara paling demokratis di Asia Tenggara.
Ternyata kemerdekaan, tidak segera menjadikan bangsa Ukraina terbebas dari belenggu keterpurukan. Reformasi di Indonesia juga justru ikut membawa Indonesia ke ruang keterpurukan.
Krisis Ukraina, negara berpenduduk 45 juta jiwa itu, bereskalasi dengan cepat. Tanpa didahului semacam pra kondisi, krisis Ukraina, tiba-tiba sudah mengundang keterlibatan Rusia dan Amerika Serikat.
Dampak dan efek domino keterlibatan kedua negara ini patut diantisipasi. Sebab bukan mustahil keadaan Ukraina bertambah runyam. Terbentuklah sebuah arena pertarungan langsung antara kekuatan yang memiliki persenjataan pemusnah, Rusia dan Amerika Serikat.



0 komentar:

Posting Komentar