Fenomena KDRT Di Indonesia
Keluarga
merupakan satuan terkecil dari masyarakat yang didalamnya berlangsung
proses sosialisasi, baik di bidang agama, Ilmu pengetahuan, ekonomi maupun
ideologi. Kekerasan dalam Rumah Tangga atau biasa disingkat KDRT dapat
diartikan sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang pengasuh,
orang tua, atau pasangan. KDRT dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, di
antaranya: Kekerasan fisik, penggunaan kekuatan fisik; kekerasan seksual, setiap
aktivitas seksual yang dipaksakan; kekerasan emosional, tindakan yang mencakup ancaman,
kritik dan menjatuhkan yang terjadi terus menerus; dan mengendalikan untuk
memperoleh uang dan menggunakannya.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Meminjam kata dari
VG Tinuk Istiarti, bahwa penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
antara lain,
1) Budaya patriakhi yang mendudukan laki-laki sebagai
makhluk superior/kuat Berkuasa dan perempuan sebagai makhluk inferior/lemah,
2) Pemahaman yang keliru terhadap ajaran Agama sehingga
menganggap laki-laki boleh menguasai perempuan,
3) proses meniru, misalnya peniruan anak laki-laki yang dulu
hidup bersama ayah yang suka memukul, biasanya akan meniru perilaku ayahnya.
B.
BENTUK-BENTUK KDRT
Bentuk-bentuk
kekerasan dalam rumah tangga secara umum menurut undang-undang No. 23 tahun
2004 ada tiga, yaitu :
1.
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau
luka berat (Pasal 6).
2.
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa
percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau
penderitaan psikis berat pada seseorang (pasal 7).
3.
Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan
seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak
disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial
dan/atau tujuan tertentu.
4.
Penelantaran rumah tangga.
C.
FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KDRT
Menurut
Chandra Dewi Puspitasari, Beberapa penyebab terjadinya kekerasan terhadap
perempuan antara lain karena beberapa hal berikut :
1.
Adanya pengaruh dari budaya patriarki yang ada ditengah masyarakat. Ada semacam
hubungan kekuasaan di dalam rumah tangga yang menempatkan perempuan pada posisi
yang lebih rendah daripada laki-laki. Dalam struktur dominasi tersebut
kekerasan seringkali digunakan untuk memenangkan perbedaan, menyatakan rasa
tidak puas ataupun untuk mendemontrasikan dominasi semata-mata. Dari hubungan
yang demikian seolah-olah laki-laki dapat melakukan apa saja kepada perempuan,
termasuk kekerasan dalam rumah tangga. Dalam hal ini ada ketidaksetaraan antara
laki-laki dengan perempuan. Muncul ketidakadilan gender. Bentuk-bentuk
ketidakadilan gender tampak pada adanya peminggiran terhadap kaum perempuan
(marginalisasi), penomorduaan (subordinasi), pelabelan (stereotipe negatif),
adanya beban ganda pada perempuan serta kemungkinan munculnya kekerasan pada
perempuan.
2.
Adanya pemahaman ajaran agama yang keliru. Pemahaman yang keliru seringkali
menempatkan perempuan (istri) sebagai pihak yang berada di bawah kekuasaan
laki-laki (suami), sehingga suami menganggap dirinya berhak melakukan apapun
terhadap istri. Misalnya, pemukulan dianggap sebagai cara yang wajar dalam
”mendidik” istri.
3.
Prilaku meniru yang diserap oleh anak karena terbiasa melihat kekerasan dalam
rumah tangga. Bagi anak, orang tua merupakan model atau panutan untuk anak.
Anak memiliki kecenderungan untuk meniru prilaku kedua orang tuanya dalam
menyelesaikan suatu permasalahan. Anak yang terbiasa melihat kekerasan
menganggap bahwa kekerasan adalah suatu penyelesaian permasalahan yang wajar
untuk dilakukan. Hal ini akan dibawa hingga anakanak menjadi dewasa.
4.
Tekanan hidup yang dialami seseorang. Misalnya, himpitan ekonomi (kemiskinan),
kehilangan pekerjaan (pengangguran), dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut
memungkinkan seseorang mengalami stress dan kemudian dapat memicu terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga.
D.
Dampak KDRT
Dampak kekerasan yang
dialami oleh istri dapat menimbulkan akibat secara kejiwaan seperti kecemasan,
murung, setres, minder, kehilangan percaya kepada suami, menyalahkan diri
sendiri dan sebagainya. Akibat secara fisik seperti memar, patah tulang, cacat
fisik, gangguan menstruasi, kerusakan rahim, keguguran, terjangkit penyakit
menular, penyakit-penyakit psikomatis bahkan kematian.
Dampak psikologis
lainnya akibat kekerasan yang berulang dan dilakukan oleh orang yang memiliki
hubungan intim dengan korban adalah jatuhnya harga diri dan konsep diri korban
(ia akan melihat diri negatif banyak menyalahkan diri) maupun depresi dan
bentuk-bentuk gangguan lain sebagai akibat dan bertumpuknya tekanan, kekecewaan
dan kemarahan yang tidak dapat diungkapkan.
Penderitaan akibat
penganiayaan dalam rumah tangga tidak terbatas pada istri saja, tetapi menimpa
pada anak-anak juga. Anak-anak bisa mengalami penganiayaan secara langsung atau
merasakan penderitaan akibat menyaksikan penganiayaan yang dialami ibunya,
paling tidak setengah dari anak-anak yang hidup di dalam rumah tangga yang di
dalamnya terjadi kekerasan juga mengalami perlakuan kejam. Sebagian besar
diperlakukan kejam secara fisik, sebagian lagi secara emosional maupun seksual.
Kehadiran anak
dirumah tidak membuat laki-laki atau suami tidak menganiaya istrinya. Bahkan
banyak kasus, lelaki penganiaya memaksa anaknya menyaksikan pemukulan ibunya.
Sebagian menggunakan perbuatan itu sebagai cara tambahan untuk menyiksa dan
menghina pasangannya.
Menyaksikan kekerasan
merupakan pengalaman yang sangat traumatis bagi anak-anak, mereka sering kali
diam terpaku, ketakutan, dan tidak mampu berbuat sesuatu ketika sang ayah
menyiksa ibunya sebagian berusaha menghentikan tindakan sang ayah atau meminta
bantuan orang lain.
Menurut data yang
terkumpul dari seluruh dunia anak-anak yang sudah besar akhirnya membunuh
ayahnya setelah bertahun-tahun tidak bisa membantu ibunya yang diperlakukan
kejam. Selain terjadi dampak pada istri, bisa juga kekerasan yang terjadi dalam
rumah tangga dialami oleh anak. Diantara ciri-ciri anak yang menyaksikan atau
mengalami KDRT adalah:
a.
Sering gugup
b.
Suka menyendiri
c.
Cemas
d.
Sering ngompol
e.
Gelisah
f.
Gagap
g.
Sering menderita gangguan perut
h.
Sakit kepala dan asma
i.
Kejam pada binatang
j.
Ketika bermain meniru bahasa dan prilaku kejam
k.
Suka memukul teman.
Kekerasan dalam Rumah
Tangga merupakan pelajaran pada anak bahwa kekejaman dalam
bentuk penganiayaan adalah bagian yang wajar dari sebuah kehidupan. Anak
akan belajar bahwa cara menghadapi tekanan adalah dengan melakukan kekerasan.
Menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan persoalan anak sesuatu yang biasa dan
baik-baik saja. KDRT memberikan pelajaran pada anak laki-laki untuk tidak
menghormati kaum perempuan.
E.
Pencegahan KDRT
Mencegah maraknya
KDRT dengan mencegah pernikahan dini adalah tindakan yang gegabah. Sebab,
secara fitrah manusia dimungkinkan menikah pada usia dini. Apa jadinya
jika remaja yang sudah siap menikah dihalang-halangi untuk menikah hanya karena
khawatir terjadi KDRT? Tentu bahayanya akan jauh lebih besar.
Pergaulan bebas akan semakin merajalela. Oleh karena itu, tindakan KDRT
seharusnya tidak dicegah dengan mengharamkan pernikahan dini.
Menilik beberapa
faktor pemicu KDRT sebagaimana yang dipaparkan di atas, maka tindakan KDRT
dapat dicegah dengan :
Pertama,
mempersiapkan diri dengan baik ketika berniat untuk menikah.
Persiapan yang dimaksud bukan saja persiapan materi atau jasmani, namun
meliputi persiapan mental, baik menyangkut penguatan akidah, pemahaman
hukum-hukum Islam khususnya tentang kehidupan suami isteri, memperkuat
kepribadian Islami dan sebagainya.
Kedua,
konsisten untuk turut andil dalam upaya mengubah kehidupan sekuler
-liberalistik-kapitalistik yang menyebabkan beban persoalan keluarga kian
berat. Sejalan dengan penguatan internal individu-individu dalam
keluarga, kondisi sosial yang melingkupi mereka tidak boleh kontra
produktif. Oleh karena itu, kehidupan masyarakat harus diubah menjadi
kehidupan yang melahirkan kesejahteraan, ketenangan dan ketentraman.
Itulah kehidupan Islam yang menjalankan syariat Islam secara kaffah.
Upaya ini harus menjadi perhatian semua pihak jika tidak ingin laju tindak KDRT
semakin kencang.
Tak seharusnya
pernikahan dini menjadi kambing hitam tindak kedhaliman sistem dan
manusia. Hukum Allah SWT yang membolehkan pernikahan dini tentu membawa
kabaikan bagi manusia. Bila terdapat persoalan di balik semua itu, tentu
perilaku manusialah yang layak menjadi sorotan, adakah kesalahan yang telah
dilakukan selama ini.
Dengan demikian,
setiap muslim dijamin haknya untuk menikah kapan pun dia mampu. Syariat
telah memberi rambu-rambu yang jelas dalam setiap pelaksanaan
hukum-hukumnya. Menikah dini memang membutuhkan persiapan lebih banyak,
terlebih dalam sistem kehidupan sekuler kapitalistik saat ini. Bila salah
melangkah, jebakan KDRT akan siap menghadang. Namun demikian, bukan
mustahil akan terwujud kehidupan pernikahan dini yang sakinah mawaddah wa
rahmah tanpa ancaman KDRT. Semua tergantung sang pelaku.
0 komentar:
Posting Komentar