RSS

Selasa, 25 Maret 2014

Menanti 'iPhablet' Apple

Menanti 'iPhablet' Apple


Apple santer dikabarkan bakal membuat dua versi iPhone generasi terbaru. Satu perangkat diyakini mengusung layar selebar 4,7 inch, satunya lagi berjenis 'iPhablet'. Ya, iPhablet memang bukan nama resmi yang digunakan oleh Apple. Namun melihat dari lebar layarnya yang diyakini akan lebih dari 5 inch, perangkat ini pun disebut-sebut sebagai 'iPhablet'.
Steve Milunovich, analis dari UBS memperkirakan bahwa 'iPhablet' akan menggunakan layar 5,5 inch. Dan saat ini perangkat tersebut sedang tahap pengembangan oleh raksasa teknologi asal Cupertino tersebut. Label iPhone 6 sendiri, menurut Milunovich, bakal dipegang oleh perangkat yang berlayar 4,7 inch dan diprediksi bakal diluncurkan pada periode Agustus atau September 2014.
Sementara 'iPhablet' bisa jadi akan dirilis dalam waktu bersamaan atau tak menutup kemungkinan juga 'kelahirannya' disambut dalam acara terpisah. Tergantung dari kesiapan Apple untuk melepas perangkat ini ke pasaran. Sebelumnya, seorang pengguna forum 9to5Mac telah memposting gambar yang diyakininya sebagai iPhone generasi terbaru. Foto ini diketahui berasal dari pembuat casing asal Jepang. Dan sekali lagi, Apple tak berkomentar apapun soal kehadiran mock-up perangkat yang dipercaya sebagai iPhone 6 ini. Dari gambar yang muncul terlihat, perangkat tersebut lebih besar dan lebih tinggi ketimbang iPhone 5S. Bocoran ini pun selaras dengan isu sebelumnya yang menyebut jika Apple ingin membuat iPhone yang lebih besar.



Terlalu Patuh, Jokowi Dikhawatirkan Jadi 'Boneka' Megawati

Terlalu Patuh, Jokowi Dikhawatirkan Jadi ‘Boneka’ Megawati

Pola hubungan Megawati Soekarnoputri dan Jokowi menjadi sorotan. Sebab, terkesan mandat apapun yang dititahkan Ketua Umum PDIP itu kepada Jokowi pasti akan dipatuhi. Pengamat komunikasi politik Universitas Indonesia (UI) Agung Suprio menuturkan, Jokowi memiliki kepatuhan luar biasa kepada Megawati. Kepatuhan Jokowi ini tidak seperti kader PDIP yang lain, seperti Rustriningsih ataupun Tri Rismaharini.

"Kesan atau kekhawatiran bahwa Jokowi hanya akan menjadi boneka Megawati tercipta karena Jokowi memiliki kepatuhan yang luar biasa pada Megawati," kata Agung dalam keterangan tertulisnya, Selasa (18/3/2014).

Sebagai kader partai dalam kultur yang nepotis, Agung menilai, gaya Jokowi ini telah sukses mengantarnya sebagai calon presiden (capres) PDIP karena mampu menyenangkan hati Megawati. Kekhawatiran itu bisa berlanjut seandainya Jokowi menjadi Presiden.

"Jika Jokowi terpilih menjadi Presiden, dikhawatirkan bahwa Jokowi tidak mandiri dalam membuat keputusan. Terutama ketika kepentingan masyarakat luas bertabrakan dengan kepentingan partai atau Ketua Umum, Jokowi akan lebih memilih kepentingan partai," ucapnya.

Agung menilai, dalam konteks ini Megawati ibarat sang ratu. Jika Megawati bersabda, maka dalam perspektif kekuasaan Jawa adalah Sabdo Pandito Ratu. Artinya sabda itu tidak bisa dibantah oleh siapa pun.

"Ini juga pertanyaan besar buat Jokowi, apakah ia sosok yang mandiri? Apakah ia sosok nasionalisme tulen ala bung Karno yang berdikari?" tandas Agung.



Memang Ada 'Mafia' Yang Paksa Anak Jalanan Mengemis Dan Mengamen

Memang Ada ‘Mafia’ yang Paksa Anak Jalanan Mengemis dan Ngamen


Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mencurigai adanya mafia anak yang mengkoordinir anak jalanan. Bisa jadi mafia itulah yang memaksa anak-anak jalanan.

"Masih ada oknum-oknum yang memanfaatkan anak sebagai pemenuhan kebutuhan ekonomi. Mereka mafia anak. Mafia anak itu mengoordinir anak-anak untuk dipaksa mengemis atau mengamen. Ini sudah masuk kategori pengeksploitasian anak," kata Arist saat ditemui Liputan6.com di Kantor Komnas PA, Pasar Rebo, Jakarta.

Menurut Arist, para mafia tersebut juga memanfaatkan anak untuk disewakan beberapa oknum menjadi alat menarik simpati masyarakat agar pendapatannya meningkat.

"Dengan menggendong-gendong anak atau bocah, yang ngamen bisa membuat masyarakat tersentuh hatinya sehingga memberi uang lebih banyak. Ini benar-benar merampas hak anak," kata Arist.
Tudingan Arist tersebut dibenarkan oleh anak jalanan di sekitar Jakarta yang ditemui Tim Health Liputan6.com, Selasa (25/3/2014).

Wanita berusia 21 tahun yang tidak ingin disebut namanya ini mengaku ada oknum yang memanfaatkan anak-anak putus sekolah. "Mereka mengajak anak-anak yang memang putus sekolah untuk dipaksa mengamen. Nanti uangnya disetor ke mereka, kalau tidak dikasih biasanya dikerasin kaya digebukin atau diinjak," kata wanita asal Semarang ini.

Wanita ini memang belum pernah merasakan kekejaman para mafia anak jalanan tetapi rekannya pernah mengaku diperlakukan kasar. "Teman pernah dikoordinir biasanya yang bencong-bencong suka memanfaatkan anak. Dia mengaku kalau tidak mencapai target maka para pengkoordinir itu tidak segan-segan main tangan," katanya.

Dari beberapa daerah yang pernah disinggahinya untuk mencari nafkah, Lenteng Agung, Jakarta Selatan yang bisa dikatakan banyak oknum mafia anak.
"Di Lenteng Agung itu banyak. Mereka sering malakin (minta uang secara paksa) anak-anak yang ngamen. Merampas uang, berlaku kasar. Kalau di sekitaran Pasar Rebo ada tetapi tidak terlalu banyak karena mereka takut dengan warga. Warga Pasar Rebo itu juga melindungi anak-anak dari ancaman kekerasan," kata dia.

Melihat hal tersebut, Arist berharap pihak terkait baik dari pemerintah daerah atau pusat serta masyarakat dan Lembaga Sarana masyarakat lainnya membangun komitmen untuk melindungi hak anak. "Semuanya harus ikut turun tangan mengatasi hal ini dan juga bersikap tegas. Siapa pun yang terbukti melakuka eksploitasi anak atau menyalahgunakan anak secara berlebihan harus dikenakan sanksi hukum yang tegas," kata Arist.

Direktur Kesejahteraan Sosial Anak Kemensos RI, Edi Suharto mengatakan Indonesia akan zero anak jalanan bila semua pihak bergandengan tangan.
"Zero anak jalanan itu kan target supaya kita lebih optimal lagi. Jumlah anak jalanan bisa ditekan bila semua pihak bekerjasama mencari solusi. Bisa dengan mendirikam lembaga keterampilan agar mereka bisa memiliki keahlian tidak hanya mengamen," kata Edi.



Kala Nyawa TKI Satinah Di Ujung Tanduk

Kala Nyawa TKI Satinah di Ujung Tanduk


Nyawa Satinah kini di ujung tanduk. Pada tanggal 3 April 2014 ini, eksekusi terhadap Tenaga Kerja Wanita asal Ungaran, Jawa Tengah, akan dilakukan apabila keluarga korban tidak bersedia menerima uang tebusan  senilai 4 juta real atau Rp12,1 miliar yang telah ditawarkan oleh Pemerintah RI. Nilai ini jauh lebih sedikit dibandingkan permintaan keluarga korban. Korban meminta 7 juta real atau sekitar Rp21,2 miliar.

Wakil Menteri Luar Negeri Wardana memberikan keterangan pers soal perkembangan kasus Satinah ini di Kementerian Luar Negeri, Senin, 24 Maret 2014.
Waktu eksekusi Satinah kian mepet, pemerintah terus memutar otak karena hukum di Arab Saudi, pengampunan hanya datang dari keluarga korban. Jika tidak ada ampun, hukum pancung pun makin dekat.

"Saat ini kuncinya di tangan keluarga korban. Kami kini berfokus bagaimana melakukan pendekatan ke keluarga korban," kata Wardana.

Pengacara juga berjuang keras agar nyawa Satinah bisa diselamatkan. Perwakilan pemerintah Indonesia juga  beberapa kali bertemu dengan Duta Besar Saudi untuk RI, Mustafa Bin Ibrahim al-Mubarak, agar turut mendekati ahli waris korban. 

"Kami meminta tolong agar ahli waris korban menerima uang diyat yang telah tersedia di Pengadilan Buraidah," kata Wardana. 

Pendekatan juga dilakukan dengan mengirimkan surat yang ditulis tangan putri Satinah, Nur Afriana, kepada ahli waris korban.

Selain mendekati keluarga korban, pemerintah juga mengupayakan agar tenggat waktu eksekusi bisa terus diundur. Bahkan Presiden SBY pun ikut turun tangan dengan mengirim surat permohonan kepada Raja Saudi, agar mengintervensi keluarga korban supaya bersedia menerima uang diyat tersebut.

Denda tak wajar

Menteri Koordinator Hukum dan HAM Djoko Suyanto mengatakan, pemerintah terus melakukan perundingan dengan Pemerintah Arab Saudi untuk membebaskan Satinah. "Sebenarnya Raja Saudi telah memberi maaf, tapi di Saudi Arabia yang berlaku adalah maaf dari keluarga korban. Ini yang menjadi kendala utama," kata Djoko.

Menurut Djoko, kendala utama kasus ini cukup besar. Uang diyat yang diminta keluarga korban sangat tinggi, 7 juta real. Pemerintah telah melakukan negosiasi apakah layak uang diyat sebesar itu.

"Uang diyat tak pernah sebesar itu, hanya sekedar ratusan ribu real," katanya.

Secara tradisional, permintaan diyat sekitar harga 100-150 ekor unta atau sekitar Rp1,5 - 2 miliar. "Itu angka adat," katanya. Jadi kalau sampai Rp22 miliar itu sangat tinggi.

Karena itu, dalam rapat di Menkopolhukam, disimpulkan bahwa diyat sebesar itu sangat berlebihan.

Berharap ada keajaiban


Dari Ungaran, Semarang, putri Satinah, Nur Afriana, berharap ibunya tidak jadi dieksekusi dan dapat segera kembali ke tanah air. Putri satu-satunya Satinah yang berusia 20 tahun itu rindu berkumpul dengan sang ibu yang telah berpisah darinya sejak 2006 hingga saat ini.

Selama Satinah ditahan di penjara Buraidah, Provinsi Qaseem, Arab Saudi, Nur telah bertemu ibundanya itu sebanyak tiga kali. Satinah dijatuhi hukuman mati karena membuat majikannya tewas dan kabur dengan tas sang majikan yang uang berisi uang 37.970 real atau sekitar Rp122 juta.

Di penjara, kata Nur, Satinah menyesali perbuatannya dan berusaha bertobat dengan rajin membaca Alquran. Nasib Satinah kini tersisa kurang dari sebulan, seperti tengat uang diyat keluarga, April.

Satinah semula akan dieksekusi antara 5-8 Februari. Namun atas upaya Lembaga Pemaafan dan Gubernur Provinsi Qaseem yang melobi ahli waris korban, akhirnya diperpanjang.

Menurut data dari Kemenlu, tengat waktu eksekusi Satinah telah ditunda lima kali, yakni pada Juli 2011, 23 Oktober 2011, Desember 2012, Juni 2013, dan Februari 2014. 


Tak Sendiri



Di Singapura, Dewi Sukowati, seorang tenaga kerja Indonesia asal Pati, Jawa Tengah, juga terancam pidana mati. Dia diduga membunuh majikannya, Nancy Gan Wan Geok. 

Dalam sidang dakwaan di pengadilan Singapura, Kamis 20 Maret, Dewi didakwa membunuh Nancy (69) yang juga seorang sosialita Singapura pada Rabu pagi 19 Maret antara pukul 7.30 hingga 8.48 waktu setempat. Nancy ditemukan tak bernyawa di kolam renang di sebuah bungalow di Victoria Park Road.

Dikutip dari laman Channelnewsasia, Dewi tampak tenang saat duduk di pengadilan menunggu dakwaannya. Dia juga tampak berbincang dengan seorang wanita yang duduk di sebelahnya. Jika terbukti membunuh Nancy, Dewi terancam pidana mati.

Pengacara Mohamed Muzammil mengatakan kepada majelis hakim pengadilan Singapura bahwa dia ditunjuk Kedutaan Besar Indonesia, Rabu lalu, untuk mewakili Dewi.

Kepada wartawan, Muzammil mengungkapkan, Dewi yang baru sepekan di Singapura itu berasal dari sebuah desa di Pati, Jawa Tengah. Dia menambahkan, KBRI sedang mengumpulkan informasi mengenai Dewi. "Termasuk menghubungi agen TKI di sana (Pati)," kata dia.

Sementara waktu, Dewi diserahkan ke Penjara Khusus Wanita Changi untuk tes kejiwaan. Kasus ini akan disidang kembali pada 10 April mendatang.



Bagaimana Teknologi Membantu Pencarian MH370 Di Dasar Samudera Hindia ?

Bagaimana Teknologi Membantu Pencarian MH370 di Dasar Samudera Hindia?


Teknologi berperan penting dalam upaya pencarian pesawat Malaysia Airlines yang kemungkinan berada di dalam perairan Samudera Hindia bagian selatan. Sejumlah kapal dan pesawat telah mencari di daerah dengan bantuan radar, sonar, dan citra satelit.  Namun menurut seorang ahli sonar, Greg Charvat, mereka masing-masing memiliki keterbatasan. Demikian dilansir oleh cbsnews.com, Selasa (25/3/2014).
Satelit pada dasarnya adalah seperti kamera di dalam ruang. Sedangkan citra satelit secara umum tidak menampilkan secara real time, tapi citra radar bisa (real time)," ujar Charvat.  "Dari pesawat, ketika mereka terbang dan memindai, yang (gambaran dari) citra real time-lah yang mereka lihat," ujarnya. Cuaca juga bisa menjadi hambatan yang besar. Lokasi yang berada lebih dari 1.000 mil (1.600 km) di lepas pantai Australia dikenal memiliki angin kencang, gelombang dan badai yang besar.
Pada hari-hari dengan cuaca yang baik, sinyal radar bisa menangkap posisi puing. Namun, Charvat mengatakan di saat cuaca buruk, hal itu bisa menjadi hal yang tak mungkin terjadi. Tenaga sonar hingga saat ini belum berperan lagi. Charvat menjelaskan sonar memiliki rentang luas wilayah yang terbatas. Tapi teknologi itu sempat digunakan untuk mencari pesawar Air France 447 yang jatuh ke Samudera Atlantik pada tahun 2009. Lebih lanjut Charvat mengatakan bahwa setelah lokasi akhir Malaysia Airlines sudah dikonfirmasi, maka area pencarian akan dapat dilakukan lebih akurat. Tantangan berikutnya adalah bagaimana menemukan pesawat itu di bawah air.  Dia mengatakan jika mereka melakukan pencarian di daerah yang tepat, peneliti bisa memanfaatkan pinger pada black box pesawat - sebuah pemancar bawah laut untuk menentukan posisi pasti pesawat tersebut. Namun karena pemancar tersebut berumur 30-40 hari, itu artinya waktu sudah hampir habis.
Amerika Serikat mengatakan bahwa pihaknya telah mengirim sebuah Towed Pinger Locator, yang ditarik di belakang kapal yang berkecepatan rendah. Alat ini nantinya akan mendengar pinger dari kotak hitam ke kedalaman sekitar 20.000 kaki (6.000 meter). Setelah pinger tidak lagi berfungsi, dan badan pesawat masih belum ditemukan, peneliti bisa menggunakan kendaraan bawah air otomatis atau automated underwater vehicle (AUV) untuk memetakan dasar laut sebagai gantinya. Ini memang akan menjadi proses yang melelahkan.
Jerman memiliki AUV dengan nama Abyss, sedang AS bernama Bluefin.
"Anggap saja seperti memotong rumput, tumbuh dan kembali potong, tumbuh lalu potong, dan mengumpulkan data selama 20 jam," ujar Paul Nelson, seorang project manager di Phoenix International. Akhirnya setelah tim recovery telah menelusuri di mana letak badan pesawat itu berada, maka kendaraan yang bisa dikendalikan dari jarak jauh atau robot remote-operated vehicle (ROV) dapat digunakan untuk memulihkan perekam data penerbangan dan bagian lain dari pesawat di bawah laut.
"ROV adalah satu-satunya cara untuk memperbaiki objek di dasar laut, terutama jika kedalamannya melebihi batas aman penyelaman manusia," ujar teknisi dan pilot ROV di Great Lakes WATER Institute, Robert Paddock. ROV digunakan untuk banyak hal di dalam air, beberapa di antaranya untuk kepentingan eksplorasi minyak lepas pantai, termasuk perakitan pipa, elektronik, dan konstruksi," ujarnya. Pekerjaan ini bisa memakan waktu berminggu-minggu untuk menemukan badan pesawat yang terendam begitu dalam. Namun Paddock percaya penggunaan ROV masih menjadi pilihan terbaik.
Dr David Gallo dari Woods Hole Oceanographic Institution yang terlibat dalam pencarian Air France Flight 447 di Atlantik mengatakan bahwa masih dibutuhkan lokasi yang lebih sempit lagi sebelum tim pencari mulai menyisir ke dasar laut. Pencarian Air Frane 447 memakan waktu 2 tahun yang semua prosesnya tidak dilakukan di laut. Gallo mengatakan banyak hal yang harus dilakukan dan diputuskan dalam sepanjang proses tersebut. "Saya tidak ingin melawan harapan dan doa dari keluarga (penumpang MH370) dengan berharap temuan ini adalah bagian dari pesawat MH370. Namun ini adalah jalan (petunjuk) kita," ujarnya.