Gaya Kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi)
Setelah era kepemimpinan Gusdur berakhir, jarang sekali kita
melihat tokoh pemimpin nasional yang berani mengambil
langkah-langkah nyeleneh dalam gaya kepemimpinannya. Rata-rata
bermain aman dengan sistem kepemimpinan yang datar, ikut alur dan seperti apa. Bukan berarti bahwa gaya memimpin
yang nyeleneh itu lebih baik daripada gaya kepemimpinan yang
biasa-biasa saja. Buktinya, SBY dengan gaya kepemimpinan yang berwibawa dan
kharismatik tetap menjadi ikon besar bangsa ini. Pujaan banyak orang. Terutama
(katanya) kaum ibu-ibu.
Masalah gaya kepemimpinan adalah masalah selera dan pembawaan.
Sehingga yang menilai pun akan sangat tergantung pada selera yang melihat.
Ibarat menonton sepakbola, ada yang senang melihat gaya Barcelona yang
pendek-cepat dengan tiki-taka. Ada yang senang Inggris dengan Kick and Run. Dan
ada yang senang Jerman dengan permainan bola panjang dengan mengandalkan
kekuatan tubuh. Semuanya masalah selera. Tidak ada yang bisa mengklaim mutlak
yang satu lebih baik dari yang lainnya. Tapi satu yang pasti apapun tipe
permainannya, semua penonton akan menginginkan kemenangan pada tim pujaannya.
Bukan begitu ?
Kembali ke topik diatas. Gaya kepemimpinan yang unik, JOKOWI. Ya. Nama itu muncul dengan cepat tanpa diperhitungkan, mengambil alih kepemimpinan Ibukota negara setelah menang telak dari Gubernur Incumbent pada pilkada Jakarta yang lalu. Ternyata kejutan yang diberikan JOKOWI tidak sampai pada level memenangkan pilkada saja. 100 hari kepemimpinannya, kita mulai menyaksikan aksi-aksi "uniknya" dalam memimpin dan membawa diri sebagai orang nomor 1 di Jakarta. Apakah ini baik ? atau akan membuat Jakarta lebih baik ? Mungkin terlalu cepat untuk memberikan kesimpulan. Tetapi, ada secercah harapan bila menyaksikan tutur kata, sikap dan bagaimana dia melangkah dalam membenahi Jakarta.
Lantas apa saja kebijakan/langkah unik yang sudah JOKOWI jalankan. Mari kita lihat satu per satu :
1. Tidak memakai Vorijder
Sudah lazim bagi seorang pejabat untuk menggunakan Vorijder. Apalagi untuk situasi di Jakarta yang sangat identik dengan kemacetan. Ada beberapa nilai positif yang bisa dipetik. Pertama, dengan ikur merasakan kemacetan, dia bisa memikirkan solusi yang lebih tepat dengan keadaan yang ada. Kedua, menumbuhkan rasa ikatan yang lebih kuat antara pemimpin dan rakyatnya, karena pemimpin mau ikut merasakan kendala yang terjadi dala kehidupan sehari-harinya. Ketiga, mengurangi ajang pamer kekuasaan. Vorijder toh tetap dibutuhkan, tapi dalam kapasitas dan waktu yang memang harus tepat.
2. Melantik Walikota di kampung kumuh
Terobosan yang menarik sekaligus luar biasa. Tidak banyak, bahkan mungkin belum ada kita temukan terobosan seperti ini. Nilai positif yang bisa diambil. Pertama, Masyarakat bisa berinteraksi langsung dengan pemimpin mereka. Paling tidak ditengah kesibukan mejalani kehidupan keseharian, mereka bisa melihat secara langsung, ini toh lurah mereka. Ini toh camat mereka. dan ini toh walikota mereka. Kedua, (harusnya) menimbulkan rasa dan keinginan yang lebih bagi pemegang keputusan untuk segera membenahi kampung-kampung kumuh tersebut, sehingga seperti apa yang dikatakan JOKOWI, dalam setahun 100 kampung kumuh bisa dibenahi bisa terealisasi.
3. Menaikkan UMP Jakarta menjadi 2,2 Juta rupiah.
Inilah sejarah kenaikan UMP terbesar yang pernah ada. Rata-rata kenaikan UMP berkisar 10-15%. Tapi dengan menaikkan UMP dari 1,53 Juta rupiah menjadi 2,2 juta rupiah, Jokowi telah menaikkan UMP sebesar 44%. Luar biasa memang. Walaupaun penuh dengan kontroversi dan keluhan dari pihak pengusaha, kebijakan ini akan tetap bergulir di 2013.
4. Keluar masuk pasar, berkeliling kampung, sidak kantor kecamatan dan kelurahan.
Kegiatan ini bahkan dilakukan Jokowi mulai hari pertama kepemimpinannya sebagai gubernur Jakarta. Sekali lagi, dengan mengetahui kondosi di lapangan Jokowi berharap bisa menemukan solusi yang tepat dari permasalahan yang ada. Walau masih merupakan rencana, kegiatan "keliling-kelilingnya" ini disinyalir akan menelurka keputusan bahwa : PKL akan dipindahkan dari Trotoar ke dalam Mall dan pembuatan apartemen di atas pasar. Layak ditunggu.
Itulah beberapa dari sekian kebijakan-kebijakan baru dan nyeleneh dari Jokowi di awal kepemimpinannya. Saya pribadi, melihat ada secercah harapan untuk menjadikan Jakarta yang lebih baik dari sebelumnya. Semuanya karena terlihat jelas dibalut dengan niat yang tulus dan kuat. Memang terlalu dini untuk kita menyebut ini suatu keberhasilan atau kemajuan.
Inilah sejarah kenaikan UMP terbesar yang pernah ada. Rata-rata kenaikan UMP berkisar 10-15%. Tapi dengan menaikkan UMP dari 1,53 Juta rupiah menjadi 2,2 juta rupiah, Jokowi telah menaikkan UMP sebesar 44%. Luar biasa memang. Walaupaun penuh dengan kontroversi dan keluhan dari pihak pengusaha, kebijakan ini akan tetap bergulir di 2013.
4. Keluar masuk pasar, berkeliling kampung, sidak kantor kecamatan dan kelurahan.
Kegiatan ini bahkan dilakukan Jokowi mulai hari pertama kepemimpinannya sebagai gubernur Jakarta. Sekali lagi, dengan mengetahui kondosi di lapangan Jokowi berharap bisa menemukan solusi yang tepat dari permasalahan yang ada. Walau masih merupakan rencana, kegiatan "keliling-kelilingnya" ini disinyalir akan menelurka keputusan bahwa : PKL akan dipindahkan dari Trotoar ke dalam Mall dan pembuatan apartemen di atas pasar. Layak ditunggu.
Itulah beberapa dari sekian kebijakan-kebijakan baru dan nyeleneh dari Jokowi di awal kepemimpinannya. Saya pribadi, melihat ada secercah harapan untuk menjadikan Jakarta yang lebih baik dari sebelumnya. Semuanya karena terlihat jelas dibalut dengan niat yang tulus dan kuat. Memang terlalu dini untuk kita menyebut ini suatu keberhasilan atau kemajuan.
Jika dilihat dari kedua sosok yaitu Jokowi dan
Foke,maka keduanya memiliki perbedaan yang signifikan. Sebagian orang
mengatakan bahwa kehadiran Jokowi adalah antithesis dari kepemimpinan Foke.
Jokowi merupakan sebuah simbol harapan dan perjuangan kaum yang selama ini
merindukan sosok pemimpin yang merakyat,mengayomi dan melindungi rakyatnya.
Harapan dan keinginan masyarakat adalah sebuah mimpi,
yang hari ini seperti barang langka, atau tepatnya seperti”barang teramat
langka”. Kepemimpinan Jokowi adalah kepemimpinan dari “bawah ke atas”. Artinya
kepemimpinan Jokowi lebih banyak mendengarkan aspirasi dari bawah ketimbang
“memaksakan gagasan dari atas ke bawah”.
Berikut tabel Kepemimpinan Foke dan Jokowi :
KEPEMIMPINAN
|
JOKOWI
|
FOKE
|
Ciri yang menonjol
|
Servant Leadership,artinya kepemimpinan yang
melayani. Ini sering dikatakan oleh Jokowi bahwa saya adalah pelayan anda,
sekali lagi Jokowi ingin menonjolkan bahwa memimpin adalah bekerja dan
melayani.
|
Positional Leadership, Foke lebih sering menggunakan
instrument pemrov,ormas dan apa saja yang ada dalam lingkungan wewenang
kepemimpinannya. Lingkaran kepemimpinan dia sangat terbatas, karena dia hanya
bisa bergerak sebatas lingkaran kepemimpinannya.
|
Pengaruh
|
Memiliki pengaruh berdasarkan “ketokohan” atau
pribadi yang bersangkutan.
|
Pengaruh karena faktor posisi sebagai “incumbent”
yang masih memiliki kuasa sebagai gubernur.
|
Kuasa
|
Kuasa dihasilkan karenaposisi tapi juga karena
“kepemimpinannya yang diakui”,jarang menggunakan kuasa dalam kepemimpinannya
lebih memusatkan kepada komunikasi yang intensif.
|
Sering menggunakan posisi untuk menggunakan kuasa
yang dimiliki,sangat jarang melakukan komunikasi dari hati,lebih banyak
kepada komunikasi “basa-basi” atau formalitas.
|
Pengikut
|
Pengikutnya adalah mereka yang sangat merindukan
perubahan, mereka adalah orang-orang yang sangat dinamis dan kreatif.
|
Kebanyakan mereka adalah orang-orang yang memiliki
hubungan dengan para birokrat atau berhubungan dengan birokrasi.
|
Kompetensi
|
Kompetensi yang dimiliki Jokowi adalah berlatar
belakang dari kepemimpinan dia selama menjabat menjadi pengusaha di Solo.
|
Kompetensi yang dimiliki oleh Foke lebih dari
pengalaman 33 tahun di kalangan Birokrat, memang Foke sangat berpengalaman
dengan urusan birokrat,tapi dia juga mengalami masalah dengan birokrasi yang
dia miliki.
|
Komunikasi
|
Jokowi sangat paham,bahwa kunci keberhasilan dia
selama memimpin adalah dalam komunikasi, dan benar sekali,sebuah survey
mengatakan bahwa 90 persen masalah sudah selesai ketika komunikasi
terselesaikan.
|
Komunikasi Foke cenderung buruk,karena banyak
mengucapkan kata-kata yang bernada negatif. Walaupun dia sendiri seri
mengatakan bahwa dia “tidak serius “atau hanya sekedar”bercanda”tetapi ini
sering menjadi”blunder” bagi dirinya.
|
Jadi kalau dilihat dari gambaran diatas,maka kita akan
dengan mudah melihat peta kepemimpinan Jokowi dan Foke. Mereka berdua memiliki
keunggulan dan kekurangan masing-masing. Semua bergantung dari sudut pandang
dan penerimaan masyarakat.
Kemenangan
pasangan Joko Widodo dalam putaran pertama pemilihan Gubernur Jakarta sampai
hari ini masih merupakan wacana yang menarik untuk diperbincankan. Keberhasilan
yang diraih pasangan tersebut menjadi bahan analisa bagi banyak kalangan karena
menyisakan pertanyaan menggelitik tentang faktor apa sebenarnya yang
mempengaruhi dan yang menyebabkan pasangan Jokowi berhasil meraih puncak
keunggulan tersebut.
Selain
kemenangan pasangan Jokowi ini mengejutkan serta diluar perkiraan sebelumnya,
fenomena ini menjadi sebuah bahan permenungan menarik untuk mencari jawaban
tentang faktor-faktor apa sebenarnya yang menjadi nilai jual paling menarik
mempengaruhi konstituen dan mampu menggerakkan sikap dan tindakannya untuk
menentukan pilihan terhadap calon pemimpinnya.
Perolehan suara yang diberikan masyarakat Jakarta memilih pasangan
Jokowi pada putaran pertama pemilihan Gubernur yang lalu bukan merupakan suatu
kejadian kebetulan belaka, apalagi dianggap sebagai sebuah fenomena yang tidak
rasional, tetapi kemenangan pasangan Jokowi tersebut tidak dapat dipisahkan
dari nilai lebih yang dimiliki oleh pasangan ini, yaitu sebuah keunggulan
komparatif yang dianggap pemilih ada pada diri Joko Widodo (Jokowi) maupun
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Bila
dicermati melalui wacana yang berkembang ditengah-tengah masyarakat, baik itu
masyarakat Solo, Jakarta dan Masyarakat Indonesia di daerah lain salah satu
variabel yang dianggap sangat menarik dalam pasangan ini adalah karakteristik
pigur Joko Widodo yang telah terkenal luas sebagai salah seorang pemimpin yang
dianggap memiliki kompetensi, dan merupakan salah satu Walikota memiliki
predikat terbaik di Indonesia bahkan dalam tingkat Internasional.
Jokowi
menjadi seorang pigur pemimpin yang dianggap mampu memberikan alternatif
pilihan serta memiliki rekam jejak yang dianggap mampu mewakili apa yang
sebenarnya yang di idam-idamkan khalayak ramai selama ini, sehingga kehadiran
Jokowi di panggung politik pemilihan Gubernur Jakarta serta menjadi buah bibir
diberbagai perbincangan masyarakat Indonesia bagaikan sebuah oase ditengah
apatisme masyarakat yang selama ini telah merasa muak dan bosan melihat tingkah
laku para elit politik yang hanya sibuk sendiri dengan politik pencitraan,
mementingkan diri sendiri serta kelompoknya dan tidak mampu berempathy terhadap
jeritan hati nurani rakyat.
Ruang kosong yang berbentuk kerinduan atau harapan yang tidak
mampu di isi oleh pemimpin lainnya ini merupakan peluang yang berusaha dimasuki
oleh pasangan Jokowi melalui pendekatan kecerdasan emosional (emotional intelligence /
EI), yaitu memancing tumbuhnya perasaan positif dari dalam diri
masyarakat Jakarta sebagai konstituennya. Pigur Jokowi bagaikan sebuah resonance -
sumber sifat-sifat positif- yang mampu menggerakkan masyarakat untuk
mengeluarkan aspirasinya.
Model yang dipergunakan oleh Jokowi ini merupakan sebuah terobosan
baru untuk meretas kemapanan cara berpikir para elit politik yang terpelihara
dengan baik selama ini, dan dalam hal ini Jokowi dapat dilihat secara kasat
mata mampu mempergunakan kecerdasan emosional tersebut untuk menyelami isi
perasaan masyarakat yang sesungguhnya (ber-empathy), dan berusaha menempatkan diri serta
perasaannya sebagaimana perasaan masyarakat sebenarnya, artinya tidak cukup
hanya ber-simpati tetapi harus mampu ber-empathy. Ber-empathy dalam hal ini berarti mampu memahami
perasaan masyarakat dan mampu memproyeksikan perasaannya sesuai dengan perasaan
masyarakat.
Dalam teori manajemen, kemampuan mempergunakan kecerdasan
emosional ini disebut dengan model primal leadership, yaitu sebuah model kepemimpinan
yang dibangun berdasarkan pendekatan sistem neurologi yang melalui riset
mengenai otak diperoleh pengetahuan baru yang mengatakan bahwa suasana
hati dan tindakan seorang pemimpin memiliki dampak signifikan kepada
orang-orang yang dipimpinnya, dan penelitian tersebut membuktikan seorang
pemimpin yang cerdas secara emosi akan mampu menginspirasi, membangkitkan
gairah dan antusiasme serta membuat orang lain termotivasi dan berkomitmen.
Sejarah
telah banyak mencatat bahwa pemimpin besar yang mampu menggerakkan orang yang
dipimpinnya adalah seorang pemimpin yang mampu menyelami perasaan rakyatnya,
mampu membangkitkan semangat dan memberikan inspirasi baik itu melalui pikiran,
perkataan dan tindakannya maupun melalui visi dan ide-ide yang dikemukakannya.
Sehingga untuk menjadi seorang pemimpin besar tidak cukup dengan hanya
mengandalkan kharisma dan pencitraan tetapi harus mampu melibatkan emosi.
Kecerdasan emosi ini bagi seorang pemimpin bersifat primal -yang
utama- atau memiliki fungsi sangat penting dalam sebuah kepemimpinan
karena melalui kemampuan mempergunakan kecerdasan emosi ini seorang pemimpin
akan mampu menggerakkan emosi orang-orang yang dipimpinnya terutama untuk
menggerakkan emosi kolektif ke arah yang positif.
Seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan emosi mumpuni akan
dianggap berhasil apabila mampu mendorong emosi masyarakat ke arah postif,
antusiasme, dan berkomitmen, dan seorang pemimpin pecundang umumnya hanya
mengandalkan kemampuannya mendorong orang lain ke arah negative thingking,
kebencian dan kecemasan. Seorang pemimpin yang mampu mengembangkan perasaan
positif maka pemimpin tersebut akan menjadi resonansi (resonance), yaitu
pemimpin yang mampu menyelaraskan diri dengan perasaan orang-orang yang
dipimpinnya dan menggerakkan perasaan mereka ke arah emosi positif. Kata
resonansi (resonance)
berasal dari bahasa latin resonare yang artinya “menggemakan”, sedangkan
menurut Oxford
English Dictionary arti resonance adalah
“penguatan atau pemanjangan suara melalui pemantulan” atau “melalui getaran
yang selaras”.
Jadi
kepemimpinan yang resonan dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk
kepemimpinan yang mampu memantulkan bunyi untuk menggerakkan nada emosi positif
orang yang dipimpinnya yang terlihat ketika seorang pemimpin mampu membuat
getaran yang selaras secara emosional dan berada pada gelombang yang sama
didalam perasaan yang sama.
Salah satu tanda pemimpin yang resonan adalah ketika seorang pemimpin
mampu menjadikan pengikutnya bervibrasi dengan energi semangat dan antusiasme
pemimpin dan ketika seorang pemimpin mampu menciftakan perekat yang mengikat
orang yang dipimpin kedalam sebuah cita-cita atau visi bersama, dan inilah satu
lagi contoh terpenting dalam model primal leadership.
Model
primal leadership inilah yang telah lama hilang dari tengah-tengah kehidupan
berbangsa dan bernegara selama ini, dan bagaikan sebuah kerinduan yang telah
lama tidak terobati dalam atmosfir kehidupan politik Bangsa Indonesia.
Keberhasilan Jokowi sebagai Walikota Solo yang dianggap mampu memimpin
masyarakat Solo dengan metode merakyat, mengatasi masalah rakyat dengan
mempergunakan kaca mata rakyat serta kedekatan dirinya dengan perasaan
masyarakat Solo menjadi sebuah contoh model kepemimpinan yang mengandalkan
kecerdasan emosional dalam arti keterampilan kepemimpinan yang mengandalkan
kemampuan memproyeksikan diri pemimpin kedalam perasaan yang sedang dialami
oleh masyarakat.
Kemenangan
pasangan Jokowi pada putaran pertama pemilihan Gubernur Jakarta menjadi sebuah
indikator bahwa masyarakat Indonesia umumnya juga tengah dilanda kerinduan
terhadap seorang pigur pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional, apa yang
terjadi di Jakarta menjadi sebuah barometer kehidupan dan detak jantung
masyarakat Indonesia karena Jakarta sebagai Ibukota Republik Indonesia
merupakan mikrokosmos kehidupan nasional.
Oleh
karena itu selayaknyalah jika fenomena kemenangan pasangan Jokowi pada putaran
pertama pemilihan Gubernur Jakarta dijadikan sebagai sebuah wahana permenungan
dan otokritik terhadap para elit politik dan elit penguasa negeri ini, dan
menggoreskan catatan bertinta emas tentang terungkapnya sebuah realita baru
bahwa sesungguhnya masyarakat dewasa ini menginginkan lahirnya pigur pemimpin
yang memiliki kecerdasan emosional, yaitu pemimpin yang mampu menyelami
perasaan rakyatnya dan mampu memenuhi keinginan rakyatnya.
Keberhasilan
Jokowi dalam pertarungan pemilihan Gubernur Jakarta merupakan sebuah cermin
besar yang tidak kabur diselimuti debu sebagai sebuah wahana yang tepat
dipergunakan untuk melihat raut wajah kehidupan sosial politik Bangsa
Indonesia, dan menjadi sebuah sarana untuk melakukan ziarah bathin untuk
mendengarkan bisikan hati kecil masing-masing yang telah lama diabaikan karena
selama ini memiliki penuh keyakinan untuk hanya mengandalkan kemampuan
rasionalitas, serta menganggap bahwa segala sesuatunya dalam kehidupan ini
seakan bisa diselesaikan dengan pendekatan kuantitatif dan materialistik.
Sudah
tiba saatnya untuk berpaling kembali kepada orisinalitas bisikan sayup-sayup
hati nurani masing, karena walaupun hati nurani itu telah lama diabaikan, sudah
merupakan sifat hakikinya untuk tetap setia dengan keberadaannya untuk
menantikan kita kembali kepadanya. Itulah keunggulan hati nurani yang tidak
pernah membenci walaupun sering kita abaikan, secongkak apapun kita
mengabaikannya dan sejauh apapun kita meninggalkannya hati nurani kita akan
tetap merentangkan tangannya secara terbuka untuk menerima kita kembali kedalam
pelukannya.
Setulus
hati nurani itulah kerinduan perasaan rakyat Indonesia menantikan kehadiran
pemimpin nasional yang suatu saat diharapkan akan lahir ditengah-tengah
kehidupan saat ini yang sarat dengan cerita basi tentang tingkah laku pemimpin
korup, mementingkan diri sendiri dan tidak memiliki rasa peduli terhadap
jeritan hati masyarakatnya.
Jika
kerinduan ini juga tidak mampu menggugah perasaan para elit politik dan
penguasa negeri ini maka wajarlah jika kita bertanya sekali lagi “Apa
sebenarnya yang telah hilang dari kehidupan politik Indonesia dewasa ini ?”.
Padahal bangsa ini telah banyak dihuni oleh orang-orang yang memiliki
pendidikan tinggi, bahkan diantara tulisan namanya tersemat lebih dari satu
gelar sarjana.
Jawaban
atas pertanyaan ini mengingatkanku kepada sebuah artikel tulisan sahabatku yang
berjudul ” KANCIL : KECERDASAN TANPA KARAKTER”. Iya di negeri ini telah banyak
orang cerdas, bahkan kecerdasannya itu mampu mengalahkan kecerdikan seekor
kancil ketika mengelabui segerombolan buaya di sebuah sungai, cerita ini tidak
asing bagi kita karena merupakan sebuah cerita populer untuk konsumsi
anak-anak, jadi kita sepakat untuk mengatakan bahwa kancil itu memang memiliki
kecerdasan, lebih tepatnya cerdik, tetapi seorang sahabat saya memvonnisnya
bahwa kecerdasan kancil tersebut tanpa karakter.
Selamat
menyelusuri bisikan hati kecil masing-masing dan sekali lagi saya sampaikan
salam selamat mempertimbangkan siapa yang akan dipilih menjadi Gubernur Jakarta
yang akan datang melalui putaran kedua PILGUB Jakarta yang akan segera akan
berlangsung.
Sumber
: http://moehramadan.blogspot.com/2012/12/gaya-kepemimpinan-jokowi.html#XmhchALG3eG16OYp.99
0 komentar:
Posting Komentar